Kamis, 15 Mei 2014

anggap saja cerita

CINTA DI UJUNG SENJA

Ini masih terlalu pagi, agak gelap karena matahari belum tersenyum mungkin masih tidur. aku baru pakai  sebelah kaus kaki, sebelahnya lagi pasti di bawah meja, nah benar kan ada, setelah pakai sepatu berarti aku siap. bekal untuk hari ini cukup, sudah aku simpan di ransel. ada alat tulis juga buku untuk menulis. Aku akan tulis apa yang aku lihat, aku perhatikan. Aku berangkat, Bismillah….

fajar hanya pergi
bintang masih terlihat walau bulan sudah bersembunyi
fajar hanya mencari
tidak gagah
tidak berani
tak perlu pula menengok almanak
hari ini atau hari sesudah lusa pun sama saja
apa yang ia cari?
fajar hanya pergi

Aku tinggal di desa kecil jadi untuk sampai ke tempat yang di tuju pilihannya hanya jalan atau sepeda atau kalau beruntung bisa numpang dokar Pak tani. Dokar itu kereta beroda dua yang di tarik kuda atau kerbau mungkin di tempat kalian namanya delman tapi bagiku sama saja, sama-sama di tarik mahluk ciptaan tuhan. Mungkin kalo kalian sedang menarik kereta beroda dua aku juga bilang kalian dokar. Aku memilih berjalan kaki, kenapa? Karena aku juga belum tau aku mau kemana mungkin ke kota atau lebih jauh lagi tapi besok aku pulang. Tadi aku berpapasan dengan dua bocah yang satu pria yang satu wanita atau yang satu laki-laki dan satu lagi perempuan. Kelihatannya mereka baru pulang mengaji, mereka masih amat muda makanya aku bilang bocah mungkin masih sekolah dasar, sang pria bilang dia harus buru-buru katanya mau sekolah, yang wanita hanya mengiyakan dan ikut terburu-buru. Setelah agak jauh aku baru ingat ini hari minggu, ya ampun kasian dua anak tadi sekolahnya kan jauh aku doakan saja semoga mereka ingat hari ini sekolah libur, oh iya aku doakan juga semoga mereka berjodoh jadi sang pria tak perlu mencari jauh dan sang wanita tak perlu menunggu lama pasangannya.
Matahari mulai terlihat tapi udara masih sejuk mungkin sekarang sudah pukul  tujuh lewat sepuluh menit, aku tau karena kira-kira 10 menit yang lalu aku tanya ke pak lurah yang kebetulan berpapasan, pak lurah pakai jam tangan bukan jam dinding sedangkan aku tidak membawa jam karena tak punya, nanti aku beli kalau uangnya ada. Aku sudah tidak berjalan kebetulan Pak tani lewat mau kepasar, aku sudah bilang kan Pak tani punya dokar? Jadi aku menumpang dokarnya. Dokar Pak tani di tarik dua ekor kerbau. Kata Pak tani mereka sepasang namanya Budi dan Wati, Pak tani hanya sekolah sampai kelas 2 SD makanya yang dia memberi nama kerbaunya Budi dan Wati, menurutnya nama itu bagus soalnya ada di buku waktu ia bersekolah, aku iya kan saja soalnya kasihan. Aku tanya kenapa Pak tani kenapa dokarnya di tarik Budi dan Wati, kata Pak tani biar Budi semangat  kalo narik dokarnya berdua Wati dan juga biar Wati tak kesepian di tinggal Budi, lagian Budi juga gak akan kesepian jika nanti di pasar Pak tani sibuk berjualan, kan bisa ngobrol sama Wati. Pak tani pintar ya? Romantis pula. Menurutku itu romantis dan pengertian. Pak tani begitu mencintai dua kerbaunya yang mana dua kerbaunya itu pun saling mencintai, itu romantis.

Tuhan itu adil
siapapun mahluk ciptaannya
semuanya sama
dalam bentuk apapun kamu tercipta
entah pak tani atau kerbaunya
tuhan pasti memberi cinta
tuhan romantis kan?

Pasar di pagi hari itu ramai, amat ramai. Setelah berterima kasih sama Pak tani aku lanjut berjalan kaki kalo sudah di pasar ada angkutan umum yang menuju kota, tapi aku tidak mau naik, aku punya uang ko tapi aku mau jalan kaki kalo naik angkutan umum tak banyak yang bisa di perhatikan, mungkin terlihat tapi tak bisa di perhatikan bisa saja yang aku cari tiba-tiba terlewat kalau aku naik angkutan umum.
Mataharinya mulai meninggi, tidak terlalu tinggi mungkin sekarang baru jam 10, bisa lebih bisa kurang. Di depan ada Kakek dan Nenek sedang berduaan, si Kakek bawa cangkul, si Nenek bawa plastik hitam, ku tebak itu bekal makan siang mereka, mungkin. Padahal sudah begitu tua tapi Nenek masih setia menemani Kakek bekerja, mungkin Nenek itu ikut membantu Kakek lalu menyiapkan makanan pula. Ah Nenek, nenek benar-benar bidadari untuk Kakek, aku doakan kalian akan terus berjodoh sampai nanti, sampai di akhirat juga.

Si nenek terlalu tua
tapi beliau tak akan lupa
beliau ingat harus setia
cangkul kakek mungkin berkarat
tangannya pun terlihat lemah
tapi hatinya tidak
tidak berkarat apalagi lemah
apa ini cinta?
boleh ku jawab iya

Sepertinya sudah dekat kota ,jalannya sudah mulai beraspal, ada beberapa kendaraan berlalu-lalang, tidak ramai hanya ada beberapa. Aku tidak terlalu suka kendaraan bermotor, terlalu berasap, nafasku jadi sesak. tadi di jalan ada ibu dan putranya. Anaknya pakai seragam putih merah ibunya pakai baju panjang, aku tidak tau nama bajunyanya, yang pasti panjang. anaknya merengek minta di belikan es krim ibunya bilang uangnya tak cukup, hanya cukup untuk ongkos pulang sampai rumah. Si anak masih merengek karena di antara temannya hanya dia yang belum pernah makan es krim, ibu pun merelakan uangnya untuk pulang ke rumah dan membelikan anaknya es krim. Sang anak senang bukan kepalang, dia makan eskrim dengan lahap setelah itu dia bilang
“ibu ini, makan juga eskrimnya”
ibunya menjawab “tidak nak, sudah buat kamu saja ibu senang saat kamu senang”
“ibu beneran gak mau?”
“iya nak, untuk mu saja”
“lalu bagaimana kita pulang?”
“kita jalan ya? Jika kamu lelah nanti ibu gendong” ujar ibu sambil tersenyum
“aku kuat ko jalan sampai rumah, apa ibu juga kuat?”
“ibu pasti kuat nak” ibu hanya tersenyum seakan tau sang anak pasti lelah dan nanti minta di gendong, aku yakin ibunya tak akan mengeluh walau nanti anaknya minta gendong walau perjalanan pulangnya pasti jauh makanya ibu bilang uangnya akan di gunakan untuk naik kendaraan. Begitu besarnya cinta sang ibu? aku harap anaknya nanti akan menjadi anak yang berbakti dan mencintai ibunya lebih dari wanita lain yang ia temui. ibu dan anaknya tadi aku beri sedikit uangku, uang seharga es krim pasti cukup untuk ongkos sampai rumah. Lalu aku? Aku sudah bilang aku akan berjalan mencari berbagai hal. Sampai tengah hari ini banyak cinta yang sudah ku lihat. Kota seakan dekat tapi masih beum terlihat, sepertinya aku tidak akan sampai ke kota sore hari lebih baik aku pulang sore nanti.  Di depan sana terlihat Masjid besar, aku akan beristirahat sebentar sekaligus sembahyang Dzuhur.

Bukan tanpa alasan kamu di lahirkan
tuhan tidak bercanda saat ibu meminta kamu di hadirkan di sisinya
malulah karna ibu tak mengeluh
saat berusaha membuatmu melihat dunia
saat tersenyum melihat rengekanmu
atau saat kamu nanti pergi meninggalkannya yang sudah tua
jika memang cinta yang kamu cari,
sejak membuka mata
sejak tangisan pertama
kamu sudah menemukannya

Mesjidnya besar, amat terawat. Di desaku hanya ada masjid kecil paling cukup untuk lima puluh orang. Lagi pula pria di desa hanya sedikit, mungkin pas untuk sholat jumat. Jika aku pergi di hari jumat sepertinya mereka harus sholat jumat di desa sebelah. Aku sudah selesai sholat. Tadi aku juga sudah minta ijin sama penjaga masjid untuk beristirahat sebentar. Di sekitar Mesjid banyak burung gereja. Kenapa namanya tidak jadi burung Mesjid? Kan ada di Mesjid. Ya biarlah nanti kalo burungnya bosan di masjid lalu pindah ke penginapan kan tidak mungkin pula namanya berubah lagi jadi burung penginapan. Lagi pula lebih enak terdengar burung gereja. Aku mau makan bekal yang ku bawa, pasti cukup untuk mengganjal perut sampai nanti malam. Tiba-tba di depanku ada dua burung gereja, hei kalian tidak boleh pacaran di Mesjid, apa kalian sudah menikah? Si burung yang satu membawa ranting kecil di paruhnya, ranting yang ada bunga kecilnya, yang satu lagi hanya berdiam di samping burung satunya. Mungkin sebenarnya mereka sedang bersenda gurau dengan bahasa burung tapi aku tak tau. Burung yang membawa ranting melihat ke arahku, apa dia lapar? Sini burung kita berbagi makanan, ini terlalu banyak untuk ku. Burungnya menghampiri tapi yang satunya masih diam, pasti malu. Ah diamnya tak lama, sekarang kedua burung makan bersama denganku yang satu makan dengan lahap, hei perlahan saja nanti kamu tersedak, aku bukan dokter hewan jika kamu sakit. Kedua burung itu sudah pergi, pasti sudah kenyang. Mereka meninggalkan ranting yang tadi, aku anggap ini ucapan terimakasih.
Aku akan melanjutkan perjalanan, aku tidak tau seberapa jauh mungkin nanti malam aku kembali ke rumah, aku rasa sudah cukup banyak cinta hari ini. Kata bapak penjaga masjid jika mengikuti jalan di sebrang Mesjid, di sana ada tebing yang menghadap sawah dan gunung, aku harus kesana. Mataharinya bersahabat, tidak terlalu panas, malah bersembunyi di balik awan. Katanya tempatnya agak jauh, mungkin butuh 2-3 jam berjalan kaki. Jalan menuju kesana hanya jalan tanah berbatu tapi di apit sawah yang luas ah sawahnya indah. Tadi aku berpapasan dengan sepasang kekasih, mungkin suami istri tapi mereka masih muda. Sang suami membawa tas ransel yang agak besar, istrinya menggendong bayi mungil, pasti anaknya. Mereka terlihat bahagia, mungkin akan ke kota tapi aku tak tahu karena tak bertanya, atau mungkin mereka habis piknik di tempat yang sekarang aku tuju. Aku jadi ingin punya istri, tapi aku masih mencari wanita yang tepat. Jika aku punya kamera mungkin aku akan mengabadikan wajah bahagia mereka, dengan latar belakang sawah, pasti terlihat indah. Mereka penuh cinta, cinta untuk suami, untuk istri dan anak mereka.
Hari menjelang sore, langit mulai jingga, burung-burung berkicau riang angin sore nan sejuk mulai berhembus perlahan. Setelah lewat tangga batu, aku harusnya sampai di atas tebing. Nah benar aku sampai, pemandangannya indah, di sini ada rumput dan ilalang matahari seakan berlari kebalik gunung tempatnya cukup luas, mungkin aku bisa bermain bola tapi jika bolanya jatuh ke bawah tebing siapa yg mau mengambil? Aku sudah pasti tidak mau. Tunggu, ada seseorang duduk di sana, sepertinya wanita, bagai mana aku tau? Karena dia berkerudung. Lagi pula untuk apa dia seorang diri di atas tebing? Jangan-jangan dia mau bunuh diri, sebaiknya ku sapa saja.
“permisi”
“ya?” jawabnya
“boleh aku ikut duduk?”
“tentu, aku sudah menunggu”
 tunggu, bagaimana mungkin? Aku tak pernah membuat janji di tempat ini “ah? Maaf aku bahkan belum mengenalmu ehm… nona…”
“oh iya, aku Senja,dan kamu pasti Fajar”
“bagaimana kamu bisa tau namaku?
“dari Wati dan Budi, dari burung gereja yang kau bagi makananmu”
“kamu bisa bicara dengan hewan?”
“tidak, tapi aku bisa berbicara dengan Pak Tani dan penjaga Mesjid”
“ehm…. apa kamu bidadari?”
“mungkin iya, tapi tuhan bilang aku manusia”
“kamu bercanda?”
“ pegang tanganku jika tak percaya”
“ah tidak kita bukan muhrim”
“sekarang kamu sudah menemukan yang kamu cari”
“aku bahkan tak tahu apa yang aku cari”
“yang kamu cari itu aku”
“mengapa demikian?
“karena aku cinta”
“kamu bilang kamu senja”
“apa kamu ragu?”
“ya aku ragu, aku bahkan baru bertemu denganmu sekarang”
“berarti benar bahwa aku yang kamu cari”
“bisa kamu meyakinkan aku?”
“kamu itu pria, harusnya kamu yang meyakinkan aku”
“kenapa begitu?”
“karena aku yang akan ada untuk membuatmu bahagia, aku yang akan berkeringat  dan bersakit-sakitan saat tuhan menitipkan mahluknya  di rahimku, saat nanti kita berdoa. karena aku cinta di ujung senja”.

Fajar hanya mencari
walau sudah bertemu di garis takdir
tapi saat ini dia ragu
apa cinta itu ragu?
apa cinta itu malu?
saat ini terlihat kelabu
jika cinta itu terlalu tiba-tiba
apa itu buruk?
jika jawabannya iya
apa bisa menolak cinta?
karena ketika awal kamu melihat dunia pun cinta sudah hadir
fajar hanya mencari
mencari cinta yang ia yakini ada walau ia ragu
mencari cinta yang mengalihkan lelah
cinta yang membuat bahagia
cinta di ujung senja

2 komentar:

Silahkan beri komentar ^_^