Ke Atas
Bukit
“Milo, cepat
bangun, Nak!” Ibu membangunkan aku yang masih mengantuk.
“Iya, Bu.”
Jawabku masih memejamkan mata.
“Lekas mandi. Bawa
domba-domba ke sungai.”
Pagi ini rasanya mataku
berat sekali untuk terbuka. Mungkin karena tadi malam aku terlalu memikirkan
tentang peri-peri itu dan juga ayah. Tapi aku harus cepat sarapan dan membawa domba-domba
ke sungai.
“Hati-hati, Milo.
Jangan sampai domba-dombanya terbawa arus ke Hutan Frodo,” ujar nenek.
“Tenang saja,
Nek. Aku akan menjaga domba-domba itu dengan sepenuh hati.”
Aku berjalan menggiring
domba-domba ke padang rumput. Di sana
ada sungai mengalir mengitari bukit yang terhubung menuju hutan Frodo. Sungai
ini tak begitu jauh dari rumah. Banyak
warga desa datang untuk mencuci, memandikan ternak, bahkan ada juga yang
memancing di sungai ini. Sungainya tidak terlalu besar tapi cukup untuk
memenuhi kebutuhan seluruh penduduk desa. Di sungai ini aku suka bermain,
memancing sekaligus menggembalakan domba. Sungai ini menyenangkan!
“Hai, Milo! Ayo kita main! Kalau bersama domba
terus nanti kau akan berubah jadi ayah domba.”
Sepertinya aku
kenal suara itu. Itu Lupin, temanku. Dia anak tunggal, sama sepertiku. Ayahnya adalah seorang pandai besi dan Lupin sering membantu ayahnya
sehingga badannya besar dan terlihat kuat. Dia agak nakal tapi dia baik padaku.
Rumahnya tidak jauh dari sungai ini. Mudah untuk menemukan rumah Lupin karena
rumahnya lebih besar dari rumah penduduk lain.
“Tidak bisa,
Lupin. Aku harus mengurus domba-domba ini.”
“Ah, ayolah. Domba-domba
itu tidak akan pergi kemana-mana. Percaya padaku!”
“Sudahlah,
daripada banyak bicara, lebih baik kau membantuku memandikan domba-domba ini.”
Lupin menghela
nafas. “Baiklah, apa boleh buat. Ini lebih baik dari pada aku bermain sendiri”
“Ini, pakai sikat
ini.” Aku melempar sikat ke arah Lupin yang langsung ditangkap dengan tangan
kanannya.
“Hei, Milo, kau
tahu tidak?”
“Apa?”
“Cerita tentang
peri di bukit Sliva”
“Ya, aku tahu.
Nenek yang cerita padaku.”
“Bagaimana kalau
nanti sore kita pergi ke sana? Kita cari peri-peri itu!”
“Jadi kau percaya
peri itu ada? Itu hanya mitos, peri itu tidak ada. Lagi pula penduduk desa tidak
ada yang berani pergi ke bukit Silva jika tidak beramai-ramai. Kata ibuku, sebaiknya kita menjauh dari bukit
apalagi hutan Frodo.”
“Ah, paling itu hanya akal-akalan mereka agar kita tidak
bermain ke hutan.”
“Terserah kau
Lupin, tapi aku tak akan pergi kesana!”
Aku tahu, Lupin
pasti ingin pergi ke hutan Frodo. Lebih baik aku tidak mengikuti kemauannya
dari pada nanti kena masalah.
Hari mulai terik, domba-domba
telah selesai dimandikan. Lupin sudah pulang terlebih dahulu, dia bilang akan
membantu ayahnya.
“Hei! Kembali!”
salah satu domba tiba-tiba berlari ke arah bukit. Bagaimana ini? Aku kejar atau
aku biarkan? Jika aku biarkan, ibu pasti marah padaku. Apa aku tinggalkan saja
domba yang lain? Mereka pasti tidak akan kemana-mana jika ditinggal sebentar.
Domba itu menyusahkan saja.
“Hei, tunggu! Berhenti domba nakal!”
Domba itu tidak
mau berhenti. Semakin kukejar semakin domba itu berlari menjauh seperti mengejar
sesuatu. Ini berbahaya, dombanya lari ke atas bukit. Domba berhenti tepat di
bawah pohon cemara besar. Kata nenek, pohon cemara ini adalah tempat peri
Angelo tinggal. Tapi aku tidak percaya.
“Akhirnya kau berhenti juga domba nakal!” Aku
memukul pelan badan domba.
Aku baru sadar sekarang
berada di puncak bukit. Dari tempat aku berdiri sekarang, aku bisa melihat
hutan Frodo yang sebagian diselimuti oleh kabut. Aku belum pernah sedekat ini
dengan hutan Frodo. Hutan itu terlihat menyeramkan.
“Ayo, domba! kita
kembali ke sungai sebelum teman-temanmu menghilang. Harusnya kau aku ikat saja
agar tidak lari.” Aku menggiring domba itu berjalan menuruni bukit.
Tunggu, mengapa kepalaku terasa berat? Ah! Rasanya
sakit sekali. Semakin aku memegang
kepalaku rasanya semakin pusing.
Hei, domba!
jangan lari lagi! Pandanganku tiba-tiba buram, aku tidak dapat melihat dengan
jelas keadaan di sekitar. Semua terlihat samar-samar. Siapa itu? Seperti ada
seseorang berdiri tepat di hadapanku. Meskipun tidak jelas, aku masih bisa
melihat kupu-kupu besar terbang menghampiriku, membuat pandanganku menjadi
gelap. Seseorang tolong aku! Nenek, Ibu, Lupin, siapa saja tolong!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar ^_^